Si Tikus terperanjat ketika Pak Lurah dan Bu Lurah pulang dari pasar membawa perangkap."Wah ..benda itu mengancam nyawaku", desahnya. Ia pun segera memberi tahu teman karibnya, si Ayam. "Wah, Tuan rumah kita memasang perangkap. Nayawaku terancam, nih!.
Tapi si Ayam tampak tak khawatir, "Oh, itu! Perangkap itu hanya untuk tikus bodoh. Itu tidak berpengaruh padamu atau padaku!""Mungkin aku bisa menghindarinya. Tapi bagaimana yang lain?" keluh Tikus sambil pergi mengadukan kabar buruk ini kepada Kambing. Tetapi, si Kambing juga menanggapi dingin: "Apa pengaruh perangkap itu padaku?"
Tikus masgul. Bahkan, ketika ia mengadukan bahaya itu kepada Sapi, ia mendapatkan jawaban yang senada: "Perangkap itu tidak ada pengaruhnya sama sekali padaku".
"Oh begitu, ya" jawab Tikus, "Tapi perangkap itu bisa berbahaya bagi Ular!" lanjutnya sambil menemui si Ular. Sayang sekali si Ular juga tak serius menanggapi kabar bahaya dari si Tikus.
Di tengah malam, Pak Lurah terbangun karena mendengar suara gaduh di dapur. Ditemani isterinya, ia melihat ke dapur dengan berseri-seri. "Kena kau, tikus sialan!", serunya. Ternyata yang terjepit di perangkap itu bukan tikus. Tetapi, ular. Sialnya, Bu Lurah tidak sempat mengelak ketika tiba-tiba ular itu menggigit kakinya. Untunglah Pak Lurah sempat mengambil kayu dan memukulkannya ke tubuh ular berkali-kali. Ular itu tewas seketika.
Namun bisa ular itu terlanjur menjalar ke tubuh Bu Lurah. Pak Lurah memberinya air kelapa muda untuk melawan bisa itu. Tapi, si isteri masih juga demam. Ia tahu sup cakar ayam dapat mengurangi demam. Oleh karenanya ia segera mengambil ayam dan disembelihnya. Cakar-nya dibuat sup. Demam yang dialami Bu Lurah sedikit mereda setelah makan sup ceker ayam itu.
Sehari kemudian, demam itu makin meningkat. Bahkan, kaki Bu Lurah makin membiru. Seorang punggawa desa menyarankan agar Bu Lurah makan hati kambing. Demi kesehatan sang isteri, Pak Lurah segera menyembelih kambing untuk diambil hatinya sebagai obat. Namun demikian, nyawa Bu Lurah tak dapat diselamatkan.
Berita kematian Bu Lurah segera tersebar ke berbagai penjuru. Bukan hanya warga desa yang berdatangan. Warga desa-desa tetangga pun juga banyak yang melayat. Bahkan, para pejabat Kecamatan dan Kabupaten juga hadir. Oleh karenanya, Pak Lurah terpaksa minta kepada punggawa agar memotong sapi untuk menjamu mereka.
Dari kejauhan, si Tikus mengamati. Hatinya sedih ... pilu. Teman-teman si Tikus telah menjadi korban perangkap itu. Padahal, dirinyalah yang semula terancam bahaya..
So ... jika suatu saat ... Anda mendengar seseorang dalam kesulitan dan mengira itu bukan urusan Anda ... pikirkanlah sekali lagi!
With Love, Whienda.
(maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
BalasHapusMarilah kita menjadi orang yang mempunyai sedikit kepedulian pada sewsama dan lingkungan
Pelajaran yang sangat berharga Win. Bahaya yang tadinya hanya untuk si tikus, akhirnya memakan korban yang lainnya ya. Dalam kehidupan kita hal seperti ini seringkali terjadi
BalasHapusHikmahnya patut kita ambil bersama
BalasHapusHmm...cerita tikus dan bu lurah ya whin?hehe...inspirasi yang bagus :)egois banget ya kalo ada orang yang bilang "that's not my business"
BalasHapuswah bagus banget ceritanya, ini bgs tuk renungan diri
BalasHapus